Filsafat,
istilah yang tidak asing didengar bagi yang baru mempelajarinya, tapi asing
ketika kita mempelajari ilmunya. Karena filsafat adalah sesuatu yang abstrak, hasil
olah pikir seseorang atau cara pandang seseorang dalam memandang sesuatu. Ketika
kita memperbanyak membaca tulisan-tulisan filsafat maka keasingan itu akan
perlahan menjadi sesuatu yang tak asing bagi kita.
Dalam
filsafat, kita bisa membicarakan tentang berbagai bidang termasuk spiritual.
Namun ketika kita berfilsafat dalam bidang spiritual, kita harus menetapkan
hati kita untuk tetap menjaga ketaqwaan dan keimanan sesuai keyakinan kita masing-masing.
Karena dalam filsafat spiritual, ketika berpikir tentang sesuatu atau mengungkapkan
tentang apa yang ada dalam pikiran kita maka akan banyak untaian kata-kata
untuk menggambarkannya. Bahkan sekeranjang kata-kata tak mampu untuk
mengungkapkan suatu perasaan yang sedang kita rasakan. Karena itu tidak menutup
kemungkinan dari keseluruhan serangkaian maksud dalam pengungkapan pikiran kita
ada yang melampaui batas sehingga menggoyahkan keimanan kita.
Dalam
filsafat, penuangan hasil pemikiran ke dalam suatu tulisan tidak semuanya bisa
diterima oleh pemikiran orang yang yang membacanya. Suatu contoh bagi seseorang
yang baru mengenal filsafat kemudian memulai belajar membaca tulisan filsafat
orang lain tidak jarang akan terjadi pertentangan dengan pemahaman orang yang
membacanya (saya misalnya). Pertentangan itu terjadi apakah karena pertanda
adanya proses belajar? Ataukah tanda tidak adanya penerimaan hasil tulisan
dengan pemahaman atau keyakinan pembaca?
Nah
ketika kita mengambil kemungkinan yang kedua bahwa terjadinya pertentangan
yaitu tanda tidak adanya penerimaan hasil tulisan dengan pemahaman atau
keyakinan pembaca. Bisa dibenarkan tidak jika tulisan hasil pemikiran itu kita
nilai kurang bijak? Dan kita mengatakan tulisan filsafat itu bijak ketika kita
dapat menerima hasil pemikiran yang tetuang di dalamnya?
Seorang filsafat mengatakan ketika berfilsafat maka tetapkan hati untuk menjaga
ketaqwaan dan keimanan kita, jangan sampai filsafat yang merupakan hasil
pemikiran dapat mempengaruhi hati. Dan jangan lupa selalu memohon ampun kepada
Tuhan karena adanya kemungkinan pemikiran yang melampaui batas status kita
sebagai seorang hambaNya.
Jika
ada tulisan filsafat yang bisa dinilai dengan kategori “bijak” atau “kurang
bijak” atau bahkan “tidak bijak”, sudahkah kita mengungkapkan filsafat dengan
bijak?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar