Sabtu, 12 Januari 2013

ILMU DAN GURUNYA



Ilmu adalah alat yang dapat menunjukkan sesuatu itu benar atau salah. Orang yang berilmu dapat melihat suatu permasalahan dengan lebih baik, dapat melihat sesuatu yang tidak nampak bagi orang lain dan mengetahui sesuatu yang diketahui orang lain. Ilmu membuat manusia mempunyai peradaban, membuat kebijakan, dan membangun kehidupan. Orang-orang yang telah menorehkan nama besarnya dalam sejarah perjalanan hidupnya adalah orang-orang yang dipastikan berilmu. Ada kalimat bijak yang mengatakan bahwa berilmu tanpa beriman itu rapuh, beriman tanpa berilmu itu buta. Sehingga dalam iman juga tidak kalah pentingnya untuk menjaga arah berpikir kita.
Imam Al-Bukhori berkata : Iman adalah perkataan dan amalan, dan juga berkata : Saya telah bertemu dengan lebih dari seribu ulama dari seluruh penjuru, dan saya tidak menemui mereka berselisih tentang makna Iman yaitu perkataan dan amalan, bertambah dan berkurang. Iman adalah meyakini dengan hati, mengucapkan dengan lisan dan melaksanakan dengan anggota tubuh.
Berpikir adalah cara khas manusia yang membedakannya dari makhluk lain. Hal ini senada dalam berfilsafat yaitu suatu proses olah pikir yang di dalamnya terdapat proses menterjemahkan dan diterjemahkan.
Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berpikir. (Q.S. Al Jaatsiyah 13)
Orang yang berilmu mengetahui jalan untuk sukes sedangkan iman di dalam hatinya akan menggerakkannya untuk menempuh jalan tersebut. Proses menuntut ilmu ini adalah proses yang dilakukan sampai nyawa ini lepas dari raganya. Tidak ada suatu larangan bagi kita untuk mempelajari ilmu lain di luar bidang ilmu kita. bahkan untuk ilmu agama adalah wajib untuk setiap pribadi mengetahuinya.
Ketika kita mempunyai bidang spesialis ilmu yang berbeda dengan bidang lain yang akan kita pelajari maka tidak ada alasan untuk berhenti dalam menuntut ilmu dalam bidang lain tersebut. Maka salah satu solusinya yaitu carilah ilmu kepada gurunya masing-masing. Jangan pernah berhenti menuntut ilmu agar kita terhindar dari mitos-mitos yang siap menerkam kita. Jangan pernah merasa cukup dengan ilmu yang telah kita miliki.
PERTANYAAN:
1.      Faktor-faktor apakah yang menyebabkan manusia tidak mau berpikir?
2.      Peradaban bisa berkembang karena manusia berpikir. Kenapa manusia berpikir?

Referensi
Fath Al-Bari, 1-45
Fath Al-Bari, 1-45
WikiSyariah.com (http://www.wikisyariah.com/2011/01/iman.html) Diakses tanggal 12 Januari 2013

Senin, 07 Januari 2013

ETIKA DAN REALLITAS



A.    PENDAHULUAN
Etika adalah hal yang sering kali dibicarakan banyak orang untuk mengukur perilaku seseorang baik dalam kehidupan terkecil yaitu urusan pribadi sampai dalam kehidupan yang lebih luas yaitu kehidupan dalam masyarakat. Tidak hanya penilaian terhadap seseorang yang bergaul langsung namun mencakup penilaian pada seseorang yang tidak dikenalnya sekalipun.
Penilaian itu dapat berdasar pada tata aturan lingkungan tempat tinggal setempat yang sudah turun temurun (adat istiadat), aturan agama (kitab suci), bahkan berdasarkan aturan hasil kesepakatan bersama. Namun apakah etika yang berlaku tersebut akan selamanya mempunyai nilai kebenaran yang konsisten? Apakah akan berlaku sama antara satu tempat dengan tempat yang lainnya?
Di masa sekarang penilaian terhadap etika yang berlaku di masyarakat sudah menunjukkan banyak perbedaan pendapat dalam pelaksanaannya. Dengan adanya perkembangan teknologi yang memungkinkan seseorang untuk melihat secara nyata dan dengan cepat bagaimana perkembangan kehidupan yang jauh dari tempat tinggalnya melalui internet, televisi, bahkan ditunjang dengan transportasi yang memungkinkan setiap orang berpindah tempat ke banyak tempat dalam waktu yang relatif singkat akan memberikan pandangan yang berbeda dan bervariasi tentang buah dari etika yang berlaku. Sehingga tidak jarang ukuran tentang buah dari etika yaitu pelaksanaannya dalam kehidupan kini mengarahkan semuanya pada ukuran kebebasan hak asasi manusia.     
Dalam makalah ini akan diuraikan sedikit ulasan etika menurut pemikiran para filsuf yang sudah mengemukakan pandangannya dalam bidang ini. Akan disajikan pula  beberapa pelaksanaan buah dari etika itu dalam kehidupan sekarang.
B.     PENGERTIAN ETIKA
Etika berasal dari bahasa Yunani Kuno yaitu “ethikos” yang berarti “timbul dari kebiasaan”. Etika adalah cabang filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai satndar dan penilaian moral, yang mencakup analisis dan penerapan konsep benar, salah, baik, buruk. Etika muncul ketika manusia merefleksikan unsur etis dalam meyampaikan pendapatnya.
Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang bertanggungjawab berhadapan dengan pelbagai ajaran moral. (Suseno, 1987). Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) Etika diterjemahkan sebagai ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak); kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhak; nilai mengenai nilai benar dan salah, yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa etika merupakan suatu ilmu tentang ajaran moral dari apa yang baik dan yang buruk yang berlaku dan dianut oleh suatu golongan atau masayarakat tertentu.
Dalam etika ini diperlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi terhadapnya. Karena itulah etika dikatakan sebagai ilmu, dimana obyek dari etika itu sendiri yaitu tingkah laku manusia. Namun etika mempunyai sudut pandang normatif yaitu melihat dari sudut pandang baik dan buruk terhadap perbuatan manusia.
C.    JENIS-JENIS ETIKA
Berikut akan diuraikan jenis-jenis etika yaitu etika filosofis dan etika teologis.
1.      Etika Filosofis
Etika berasal dari kegiatan berfilsafat atau berpikir yang dilakuakn oleh manusia. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa etika bagian dari filsafat. Ketika kita membahas tentang tentang etika maka tidak bisa dilepaskan dari filsafat. Dua sifat etika yang tidak lepas dari unsur filsafat yaitu non-empiris dan praktis.
a.       Non-empiris
Ilmu empiris adalah ilmu yang didasarkan pada fakta atau sesuatu yang kongkrit. Namun dalam etika tidak hanya berhenti pada sesuatu yang kongkret tetapi bertanya tentang apa yang seharusnya dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
b.      Praktis
Pada etika berbicara tentang “apa yang harus dilakukan”, sehingga dalam etika dapat dikatakan sebagai cabang filsafat yang bersifat praktis karena langsung berhubungan dengan apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan manusia. Namun makna praktis di sini bukan berarti bahwa etika menyajikan sesuatu yang siap pakai.
2.      Etika Teologis.
Etika yang mengajarkan hal yang baik dan buruk berdasarkan ajaran agama. Orang yang beragama mempunyai keyakinan bahwa tidak mungkin moral dibangun tanpa agama atau tanpa mengamalkan ajaran agama dalam kesehariannya. Sumber pengetahuan dan kebenaran etika ini adalah kitab suci.
Dengan adanya etika filosofis dan etika teologis menyebabkan terdapat beberapa perdebatan tentang posisi kedua etika tersebut, diantaranya yaitu aliran revisionisme, Augustinus (345-430) yang mengatakan bahwa etika teologis bertugas mengoreksi dan memperbaiki etika filosofis. Kemudian Thomas Aquinas (1225-1274) mensintesis kedua etika tersebut yang hasilnya bahwa etika filosofis menjadi lapisan bawah yang bersifat umum sedangkan etika teologis menjadi lapisan di atasnya yang bersifat khusus. (Wikipedia)
D.    ETIKA TENTANG MORALITAS
Etika adalah ilmu yang membahas tentang moralitas atau ilmu yang menyelidiki tingkah laku moral. Menurut Bertens (2011:17) ada beberapa pendekatan dalam hal ini yaitu etika deskriptif, etika normatif, dan metaetika.
1.      Etika Deskriptif
Etika ini melukiskan tingkah laku moral dalam arti yang luas mislanya adat kebiasaan, hal-hal yang dianggap boleh atau tidak, anggapan tentang sesuatu hal yang baik atau tidak baik. Dalam perkembangannya etika deskriptif diaplikasikan dalam ilmu sosial seperti psikologi, sosiologi, sejarah, antropologi budaya. Contoh lain tokoh dalam studi perkembangan etika deskriptif yaitu Jean Piaget (1896-1980) dan psikolog Amerika Lawrence Kohlberg (1972-1988).
2.      Etika Normatif
Dalam etika ini berlangsung diskusi-diskusi menarik tentang masalah-masalah moral. Dalam etika ini ahli tidak hanya sebagai pihak pasif namun melibatkan diri dengan mengemukakan penialain tentang perilaku manusia, misalnya mereka tidak lagi memandang fungsi prostitusi dalam suatu masyarakat tapi menolak prostitusi sebagai suatu yang melanggar martabat perempuan. Dalam etika ini menganggap bahwa “martabat manusia harus dihormati”, dan memeriksa bahkan berani bertanya apakah norma-norma yang berlaku tersebut benar atau tidak.
Etika normatif ini dapat dibagi lagi dalam etika umum dan etika khusus.
a)      Etika Umum, memandang tema-tema umum seperti, bagaimana hubungan antara tanggungjawab manusia dan kebebasannya? Apakah yang dimaksud dengan hak dan kewajiban serta apa kaitan diantara keduanya?
b)      Etika Khusus, menerapkan prinsip yang umum dalam wilayah perilaku manusia yang khusus. Etika ini mempunyai tradisi panjang dalam sejarah filasafat moral yang kemudian tradisi ini disebut dengan etika terapan. 
3.      Metaetika
Metaetika berasal dari bahasa Yunani dengan awalan meta yang memiliki arti “melampaui”. Hal ini menunjukkan bahwa etika dalam metaetika bergerak pada taraf yang lebih tinggi melampaui perilaku etis yaitu bahasa etis.
Filsuf Inggris George Moore (1873-1958), misalnya menulis sebuah buku yang berisi analisis suatu kata yaitu “baik”. Tidak bertanya apakah suatu tingkah laku itu dikatakan baik, namun ia bertanya apakah menjadi donor tranplantasi pada pasien yang membutuhkan disebut baik dari sudut moral? Apakah syarat agar hal itu dapat disebut baik? Ia hanya menanyakan apakah arti kata “baik” dalam konteks etis. Menyoroti kata “baik” dengan membandingkan kalimat “menjadi donor organ tubuh adalah perbuatan yang baik” dengan “mobil ini masih dalam keadaan baik”. 
E.     PERANAN ETIKA DALAM DUNIA MODERN
Dalam masyarakat yang homogen dan agak tertutup, nilai-nilai dan norma itu praktis tidak pernah dipermasalahkan. Situasi etis dalam masyarakat modern memiliki tiga hal yang menonjol. Pertama, adanya pluralisme moral dimana dalam satu lingkup masayarakat banyak aturan etis yang berbeda-beda. Hal ini diakibatkan karena adanya perkembangan teknologi yang semakin canggih. Melalui telepon, televisi, maupun internet setiap orang bisa mengetahui apa yang terjadi jauh di luar sana. Mereka bisa mengetahui etika-etika atau norma-norma yng berlaku di negara atau tempat lain. Tidak jarang norma dan etika yang mereka lihat berbeda dengan norma dan etika yang berlaku di masyakatnya. Dampak dari perkembangan teknologi di bidang transportasi pun turut memberikan sumbangan dalam pluralisme moral ini. Dengan adanya alat transportasi yang semakin canggih memungkinkan seseorang untuk mempercepat laju mobilitasnya dan dapat bepergian ke tempat yang sangat jauh. Tawaran dari dunia bisnis baik industri maupun pariwisata (seperti seseorang yang bekerja di luar daerah atau luar negeri ataupun seorang mahasiswa yang kuliah di daerah atau negara lain) akan membawa setiap orang untuk mengenal dan mengetahui etika dan moral dari wilayah lain.
Kedua, banyak muncul masalah etis yang tidak pernah diduga sebelumnya. Hal ini merupakan dampak lain dari adanya perkembangan teknologi yang ada. Dengan mengenal dan mengetahui kemajemukan yang ada misalnya ada beberapa negara yang mengizinkan masalah aborsi menurut hukum walaupun selalu ada syarat-syarat tertentu, sedangkan negara lain tetap melarang dengan keras. Contoh lain adalah tentang manipulasi genetis; reproduksi artifisial, seperti fertilisasi in vitro, dengan atau tanpa donor, dengan ibu yang “menyewakan” rahimnya atau tidak. Masalah-masalah etis ini muncul tanpa diduga sebelumnya.
Ketiga, adanya kepedulian etis yang universal. Dengan adanya gerakan-gerkan peduli etis seperti Dekalarasi Universal tentang Hak-Hak Asasi Manusia. Kepedulian etis ini menyangkut ranah umum dimana menyangkut hal-hal yang tidak bisa diserahkan kepada keputuan pribadi.
F.     TEORI-TEORI ETIKA
Berikut akan diuraikan beberapa teori yang berhubungan dalam etika.
1.      Hedonisme
Hedonisme ditemukan Aristippos dari Kyrene (sekitar 433-355 SM). Dia adalah salah seorang murid dari Sokrates. Hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa orang akan menjadi bahagia dengan mencari kebahagiaan sebanyak mungkin dan sedapat mingkin menhindari perasaaan yang menyenangkan. Hedonisme berasal dari bahasa Yunani yaitu hedonismos yang berasal dari akar kata hedone yang berarti “kesenangan”. Hedonisme berusaha untuk menjekaskan bahwa baik apa yang memuaskan keinginan manusia dan apa yang meningkatkan kuantitas kesenangan itu sendiri.
Hedonisme ini muncul dari suatu pertanyaan filsafat yaitu apa yang menjadi hal terbaik bagi manusia? Aristippos dari Kyrene (433-355 SM) menjawab bahwa hal terbaik bagi manusia adalah kesenangan. Dia menceritakan ketika kecil akan mencari mencari sesuatu yang lain jika kesenangan yang dicarinya tidak bisa dicapai olehnya. Tokoh lain dari Yunani Epikuros (341-270 SM) juga menjelaskan bahwa tindakan manusia dalam mencari kesenangan adalah kodrat yang alamiyah. Namun dia menjelaskan lebih luas tidak hanya mencakup kesenangan badani melainkan kesenangan rohani seperti terbebasnya jiwa dari rasa keresahan.
Para hedonis mempunyai konsepsi yang salah tentang kesenangan itu sendiri dengan berpikir bahwa sesuatu adalah baik karena disenangi. Sesuatu tidak menjadi baik karena disenangi, tapi sebaliknya kita merasa senang karena memperoleh sesuatu yang baik. Hedonisme mengandung suatu keegoisan karena hanya memperhatikan kepentingan diri sendiri, yaitu egoisme yng mengatakan bahwa saya tidak mempunyai kewajiban moral membuat sesuatu yang lain kecuali yang terbaik bagi diri saya sendiri. Hedonisme merupakan etika implisit yang tanpa sadar diikuti oleh masyarakat. Dalam kehidupan masyarakat yang sekarang hedonisme muncul melalui sifat konsumenristis yang dilakukan masyarakat.
2.      Utilitarianisme
Utilitarianisme berasal dari kata latin “utilis” yang artinya berguna, bermanfaat, atau menguntungkan. Istilah ini sering disebut dengan teori kebahagiaan terbesar. Utilitarianisme merupakan paham etis yang berpendapat bahwa yang baik adalah yang berguna, berfaedah, dan menguntungkan. Sebaliknya yang jahat dan buruk adalah yang tidak bermanfaat, tidak berfaedah dan merugikan. Sehingga baik buruk perilaku ditetapkan dari segi berguna, berfaedah, dan menguntungkan atau tidak. Dari prinsip ini, tersusun teori tujuan perbuatan yang mengatakan bahwa tujuan perbuatan sekurang-kurangnya menghindari atau mengurangi kerugian yang diakibatkan oleh perbuatan yang dilakukan baik bagi pribadi maupun orang lain. Dengan demikian, perbuatan manusia baik secara etis dan membawa dampak sebaik-baiknya bagi diri sendiri dan orang lain.
Salah satu kekuatan utilitarian adalah bahwa mereka menggunakan sebuah prinsip yang jelas dan rasional sehingga pemerintah mempunyai pegangan jelas untuk membentuk kebijakannya dalam mengatur masyarakat. Suatu kekuatan lain adalah toeri ini memperhatikan hasil perbuatan yang menentukan kualitas etis perbuatan itu. Suatu perbuatan yang mempunyai akibat buruk mempunyai peluang lebih besar untuk dianggap secara etis buruk daripada perbuatannya yang mempunyai akibat baik. Suatu kisah kepahlawanan seseorang yang mencuri harta orang kaya kemudian dibagikan kepada orang miskin akan menampakkan bahwa perbuatannya membuat kejadian pencurian tersebut tampak lain daripada jika ia mencuri untuk memperkaya diri sendiri.
Keberatan-keberatan dalam teori ini tidak lagi tentang egoisme seperti dalam hedonisme karena prinsip dalam teori utilitarian mengatakan bahwa kebahagiaan terbesar untuk jumlah orang terbesar. Namun hal ini bertolak pada dasar psikologis yang mengemukakan bahwa sebagai manusia kita mencari kesenangan dan kebahagiaan yang bersifat individualistis, sehingga tidak konsekuen. Prinsip yang ada dalam teori ini bahwa perbuatan adalah baik jika menghasilkan kebahagaiaan terbesar untuk jumlah orang yang besar juga tidak selamanya benar. Misalnya, suatu sifat yang dilakukan oleh sekelompok orang yang suka merampas atau mengambil secara paksa barang orang lain, mereka mengambil barang satu orang secara paksa. Ketika kebahagiaan orang-orang yang merampas melebihi penderitaan yang dialami korban, maka menurut prinsip teori ini perbuatan itu bisa dinilai baik. Namun hal itu bertentangan dengan hati nurani kita. Dapat dikatakan bahwa, utilitarian tidak ada tempat adanya hak. Padahal hak merupakan poin penting dalam moral.    
Keberatan lain yaitu utilitarian tidak menjamin kebahagiaan dibagi dengan adil. Misalnya, perjanjian dalam suatu negeri antara kaum minoritas dengan kaum mayoritas, ketika kaum mayoritas melanggar janji tersebut dan mereka memperoleh kebahagiaan melebihi kesedihan yang dialami kaum minoritas, maka dengan kata lain bahwa ukuran kesenangan jauh lebih banyak daripada kesedihan. Hal ini menyangkut masalah keadilan yang tidak dapat tertampung oleh teori ini.
3.      Deontologi
Deontologi berasal dara kata Yunani “deon” yang artinya sesuatu yang harus dilakukan atau kewajiban yang harus dilakukan sesuai dengan norma sosial yang berlaku. Istilah ini pertama kali digunakan oleh filsuf dari Jerman yaitu Immanuel Kant (1724-1804).
Menurut Kant, sesuatu yang disebut baik dalam arti sesungguhnya hanyalah kehendak yang baik. Sesuatu yang baik jika digunakan dengan baik oleh kehendak manusia, namun jika dipakai oleh kehendak yang jahat maka sesuatu itu bisa menjadi jelek sekali.
Pertanyaan yang muncul yaitu apa yang membuat kehendak menjadi baik? Kant mengatakan bahwa kehendak menjadi baik jika bertindak karena kewajiban. Baginya, perbuatan yang dilakukan karena kecenderungan tidak bisa disebut baik, tapi dari sudut moral bersifat netral saja. Perbuatan adalah baik jika dilakukan karena wajib dilakukan. Bertindak sesuai kewajiban disebut legalitas oleh Kant. Dengan legalitas tersebut maka dapat dikatakn bahwa kita memenuhi norma hukum yang ada. Misalnya, tidak penting alasan saya mematuhi aturan lalu lintas ketika di jalan raya, asal saya mematuhi aturan lalu lintas ketika berkendaraan di jalan raya sesuai kewajiban saya. Namun hal itu belum menunjukkan bahwa norma moral sudah terpenuhi. Kant berkata bahwa perbuatan bersifat moral jika dilakukan semata-mata karena hormat untuk hukum moral. Sistem moral kant ini bersifat kaku karena berkesan seolah-olah kita bertindak baik hanya karena kewajiban.
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa tidak ada suatu sistem yang sempurna. Di balik kelebihan-kelebihan yang dimiliki sistem-sistem tersebut masih menyimpan kekurangan-kekurangan. Dalam dewasa ini sistem-sistem yang yang berlaku di masyarakat bukan sistem murni namun merupakan sintesis dari sistem-sistem yang ada ataupun menggunakan semua sistem yang ada untuk mencapai suatu pandangan yang menyeluruh.
G.    ETIKA TERAPAN DAN KONDISI TERKINI
Etika terapan bukan sesuatu yang baru dalam filsafat moral. Sejak Plato dan Aristoteles telah ditekankan bahwa etika merupakan filsafat praktis yaitu menunjukkan kepada tingkah laku manusia atas apa yang seharusnya dilakukan. Pada awal zaman modern muncul etika khusus yang membahas etis tentang bidang tertentu seperti keluarga dan negara. Istilah “etika khusus” dalam arti yang sebenarnya sama dengan istilah “etika terapan”. Pada masa sekarang filsafat moral mengalami kejayaan dalam perkembangannya. Bahkan etika ini sudah mulai mewarnai berbagai elemen misalnya etika ini dimasukkan dalam kurikulum perguruan tinggi di Amerika Serikat.
Pada taraf internasional etika terapan sudah mendapat perhatian oleh United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (Unesco) yang menghasilkan dokumen Universal Declaration on the Human Genome and Human Rights (1997) dan Universal Declaration on Bioethics and Human Right (2005). 
Etika terapan dapat menyoroti suatu profesi atau suatu masalah. Etika terapan yang membahas profesi diantaranya dalam etika kedokteran, etika politik, etika bisnis, dan lainnya. Sedangkan etika yang membahas masalah-masalah yaitu tentang penggunaan nuklir sebagai pembangkit listrik; diskriminasi dalam ras, agama, jenis kelamin, dan lain-lain. Etika yang paling banyak mendapat perhatian akhir-akhir ini yaitu etika kedokteran, etika bisnis, etika perang dan damai, dan etika lingkungan hidup.
Perhatian segi-segi etis bukan menjadi tugas ilmu pengetahuan itu sendiri namun tugas manusia di balik ilmu pengetahuan itu. Dalam etika terapan ini, variasi metode dan variasi pendekatan yang digunakan sangat besar.
Dalam hal ini dikatakan bahwa bukan berarti etika terapan dapat menyelesaikan masalah moral dengan tuntas. Kita belajar dari sejarah, seperti yang dijelaskan Bertens (2011:322) tidak jarang di masa silam ada keyakinan bahwa  etika satu kali untuk selamanya mengambil keputusan tentang apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan. Waktu kekaisaran Roma dulu, seorang budak harus diperlakukan dengan baik oleh majikannya. Namun tidak pernah terlintas dalam di benaknya bahwa perbudakan itu sendiri merupakan hal yang tidak etis seperti yang kita pikirkan sekarang. Etika moral hanya dapat mengambil keputusan untuk saat ini, dengan resiko keputusannya bersifat sementara. Mungkin setelah beberapa waktu ke depan orang akan menilai lain tentang keputusan itu.
H.    ETIKA DALAM ISLAM
Etika bersumber dari pemikiran manusia terutama filsafat Yunani, sedangkan akhlak bersumber pada wahyu yaitu Al Qur’an dan hadist. Pada perkembangannya ilmu akhlak banyak ditunjang analisis filsafat yang tetap berpedoman pada Al Qur’an dan hadist. Walaupun sumber awalnya tetap dinyatakan berbeda namun keduanya tetap diterapkan untuk memperbaiki kehidupan manusia menjadi lebih baik. Sehingga memerlukan sutu acuan atau pedoman yang jelas dalam perbaikan dan pelaksanaannya agar tercipta suatu kehidupan yang baik yang dapat diterapkan oleh semua manusia.
Sesungguhnya dalam Islam telah mengatur segala kehidupan manusia dalam berbagai hal. Baik dalam segala perihal dan urusannya, agama dan dunia, mulai bangun dan tidurnya, makan dan minum, kelapangan dan kesulitannya. Tidak ada suatu perkara kecil ataupun besar yang tidak dijelaskan dalam Isalm.
Dalam Al Qur’an, pesan etis selalu terselubungi oleh isyarat-isyarat yang memerlukan penafsiran dan perenungan. Etika Islam memiliki antisipasi jauh ke depan dan selalu berlaku dalam setiap zamannya sesuai konteksnya. Etika dalam Islam tidak menentang fitrah manusia dan bersifat rasionalistik.
QS Al Hujurat ayat 6 yang artinya “hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatan itu”
“Suatu hari Rasulullah berkata kepada Asyaj Abdul Qais:”Sesungguhnya ada dua perkara di dalam dirimu yang disukai Allah, yaitu kritis dan ketelitian” (HR. Muslim)
Menurut filsafat etika Al-Ghazali, ada tujuan pokok dari etika Al-Ghazali yaitu agar manusia sejauh kesanggupannya meniru-niru perangai dan sifat-sifat ketuhanan seperti pengasih, penyayang, pemaaf, dan sifat-sifat yang disukai Tuhan yaitu jujur, takwa, zuhud, ikhlas, dan sebagainya. Al-Ghazali melihat bahwa sumber kebaikan manusia terlatak pada kebersihan rohani dan rasa akrabnya (taqarrub) kepada Tuhan. Sesuai dengan prinsip Islam, Al-Ghazali menganggap bahwa Tuhan sebagai pencipta yang aktif berkuasa, yang sangat memelihara dan menyebarkan rahmat bagi sekalian alam. Dalam hal ini, bertentangan dengan filsafat klasik Yunani yang menganggap Tuhan sebagai kebaikan yang tertinggi tetapi pasif menanti, hanya menunggu pendekatan diri manusia, dan menganggap materi sebagai pangkal keburukan sama sekali.
Agar umat Islam berlau lembut dan pemaaf,
QS Al-Imran ayat 159 yang artinya “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”.
“Rasulullah bersabda:”Barang siapa meninggalkan sikap lembut, maka ia telah meninggalkan kebaikan semuanya”.(HR Muslim)
Agar umat Islam berlaku jujur,
QS Al-Muthafifin ayat 1-3,”Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menukar atau menimbang untuk ornag lain mereka mengurangi”
“Sesungguhnya kejujuran membawa kepada kebaikan, kebaikan mengantarkan kepada surga, dan seseorang akan berbuat jujur sehingga ia dijuluki orang jujur” (HR Bukhari Muslim)
Menurut Al–Ghazali, kesenangan itu ada dua tingkatan, yaitu kepuasan dan kebahagiaan. Kepuasan adalah apabila kita mengetahui akan kebenaran dari sesuatu. Semakin banyak kita mengetahui kebenaran itu maka akan bertambah orang yang merasakan kebahagiaan. Sehingga pada akhirnya kebahagiaan yang tertinggi ialah jika mengetahui kebenaran sumber dari segala kebahagiaan itu sendiri.     
Rasulullah SAW telah menjelaskan contoh etika yang seharusnya ditiru melalui ucapan dan perbuatannya. Adapun etika keseharian yang diajarakan oleh Islam beberapa diantaranya meliputi etika tidur dan bangun, etika (adab) buang hajat, etika berpakaian dan berhias, etika di jalan, etika memberi salam, etika minta izin, etika dalam majlis, etika berbicara, etika berbeda pendapat, etika bercanda, etika bergaul dengan orang lain, etika di masjid, etika membaca Al Qur’an, etika berdoa, etika makan dan minum, etika bertamu, etika menjenguk orang sakit, etika jenazah dan takziah, etika bepergian jauh, etika berkomunikasi via telepon, etika pengantin dan pergaulan suami-istri, etika di pasar, dan etika bertetangga. Etika-etika lain yang disampaikan dalam Al Quran diantaranya sebagai berikut.
I.       KESIMPULAN
Etika merupakan suatu ilmu tentang ajaran moral dari apa yang baik dan yang buruk yang berlaku dan dianut oleh suatu golongan atau masyarakat tertentu. Secara khusus dalam etika moral, kita hanya dapat mengambil keputusan untuk saat ini, dengan resiko keputusannya bersifat sementara. Namun setelah beberapa waktu ke depan mungkin orang akan menilai lain tentang keputusan itu.
Dalam Islam ada aturan yang mengatur seluruh kehidupan manusia termasuk etika dalam menjalankan kehidupan. Tidak hanya terbatas pada sikap yang berisi hubungan manusia dengan manusia lainnya namun juga hubungan manusia dengan Tuhannya. Islam menganjurkan kepada manusia untuk menjunjung etika dengan menghadirkan kedamaian, kejujuran, dan keadilan. Etika dalam Islam ini akan melahirkan konsep ihsan yaitu puncak ibadah, muamalah dan akhlak. 




DAFTRA PUSTAKA
Bertens, K.2011.Etika.Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama
(Diakses pada tanggal 10 Desember 2012)
Magnis Suseno.1995.Pokok-Pokok Etika Profesi Hukum .Jakarta:Pradnya Paramitha
Poerwantana, dkk.Seluk-Beluk Filsafat Islam.http://paratokoh.blogspot.com
Suwito.2004.Filsafat Pendidikan Akhalak Ibn Miskawaih.Yogyakarta:Belukar