A. PENDAHULUAN
Etika adalah hal yang sering kali dibicarakan
banyak orang untuk mengukur perilaku seseorang baik dalam kehidupan terkecil
yaitu urusan pribadi sampai dalam kehidupan yang lebih luas yaitu kehidupan
dalam masyarakat. Tidak hanya penilaian terhadap seseorang yang bergaul
langsung namun mencakup penilaian pada seseorang yang tidak dikenalnya
sekalipun.
Penilaian itu dapat berdasar pada tata aturan
lingkungan tempat tinggal setempat yang sudah turun temurun (adat istiadat),
aturan agama (kitab suci), bahkan berdasarkan aturan hasil kesepakatan bersama.
Namun apakah etika yang berlaku tersebut akan selamanya mempunyai nilai
kebenaran yang konsisten? Apakah akan berlaku sama antara satu tempat dengan
tempat yang lainnya?
Di masa sekarang penilaian terhadap etika yang
berlaku di masyarakat sudah menunjukkan banyak perbedaan pendapat dalam
pelaksanaannya. Dengan adanya perkembangan teknologi yang memungkinkan
seseorang untuk melihat secara nyata dan dengan cepat bagaimana perkembangan
kehidupan yang jauh dari tempat tinggalnya melalui internet, televisi, bahkan
ditunjang dengan transportasi yang memungkinkan setiap orang berpindah tempat
ke banyak tempat dalam waktu yang relatif singkat akan memberikan pandangan
yang berbeda dan bervariasi tentang buah dari etika yang berlaku. Sehingga tidak
jarang ukuran tentang buah dari etika yaitu pelaksanaannya dalam kehidupan kini
mengarahkan semuanya pada ukuran kebebasan hak asasi manusia.
Dalam makalah ini akan diuraikan sedikit ulasan
etika menurut pemikiran para filsuf yang sudah mengemukakan pandangannya dalam
bidang ini. Akan disajikan pula beberapa
pelaksanaan buah dari etika itu dalam kehidupan sekarang.
B. PENGERTIAN ETIKA
Etika berasal dari bahasa Yunani Kuno yaitu “ethikos” yang berarti “timbul dari
kebiasaan”. Etika adalah cabang filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas
yang menjadi studi mengenai satndar dan penilaian moral, yang mencakup analisis
dan penerapan konsep benar, salah, baik, buruk. Etika muncul ketika manusia
merefleksikan unsur etis dalam meyampaikan pendapatnya.
Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang
bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu atau bagaimana
kita harus mengambil sikap yang bertanggungjawab berhadapan dengan pelbagai
ajaran moral. (Suseno, 1987). Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(1989) Etika diterjemahkan sebagai ilmu tentang apa yang baik dan apa yang
buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak); kumpulan asas atau nilai
yang berkenaan dengan akhak; nilai mengenai nilai benar dan salah, yang dianut
suatu golongan atau masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa etika merupakan suatu
ilmu tentang ajaran moral dari apa yang baik dan yang buruk yang berlaku dan
dianut oleh suatu golongan atau masayarakat tertentu.
Dalam etika ini diperlukan sikap kritis,
metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi terhadapnya. Karena itulah
etika dikatakan sebagai ilmu, dimana obyek dari etika itu sendiri yaitu tingkah
laku manusia. Namun etika mempunyai sudut pandang normatif yaitu melihat dari
sudut pandang baik dan buruk terhadap perbuatan manusia.
C. JENIS-JENIS ETIKA
Berikut akan diuraikan jenis-jenis etika
yaitu etika filosofis dan etika teologis.
1.
Etika
Filosofis
Etika berasal dari kegiatan berfilsafat atau
berpikir yang dilakuakn oleh manusia. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa
etika bagian dari filsafat. Ketika kita membahas tentang tentang etika maka
tidak bisa dilepaskan dari filsafat. Dua sifat etika yang tidak lepas dari unsur
filsafat yaitu non-empiris dan praktis.
a.
Non-empiris
Ilmu empiris adalah ilmu yang didasarkan pada
fakta atau sesuatu yang kongkrit. Namun dalam etika tidak hanya berhenti pada
sesuatu yang kongkret tetapi bertanya tentang apa yang seharusnya dilakukan atau
tidak boleh dilakukan.
b.
Praktis
Pada etika berbicara tentang “apa yang harus
dilakukan”, sehingga dalam etika dapat dikatakan sebagai cabang filsafat yang
bersifat praktis karena langsung berhubungan dengan apa yang boleh dan yang
tidak boleh dilakukan manusia. Namun makna praktis di sini bukan berarti bahwa
etika menyajikan sesuatu yang siap pakai.
2.
Etika
Teologis.
Etika yang mengajarkan hal yang baik dan
buruk berdasarkan ajaran agama. Orang yang beragama mempunyai keyakinan bahwa
tidak mungkin moral dibangun tanpa agama atau tanpa mengamalkan ajaran agama
dalam kesehariannya. Sumber pengetahuan dan kebenaran etika ini adalah kitab
suci.
Dengan adanya etika filosofis dan etika
teologis menyebabkan terdapat beberapa perdebatan tentang posisi kedua
etika tersebut, diantaranya yaitu aliran revisionisme, Augustinus (345-430) yang
mengatakan bahwa etika teologis bertugas mengoreksi dan memperbaiki etika
filosofis. Kemudian Thomas Aquinas (1225-1274) mensintesis kedua etika tersebut
yang hasilnya bahwa etika filosofis
menjadi lapisan bawah yang bersifat umum sedangkan etika teologis menjadi
lapisan di atasnya yang bersifat khusus. (Wikipedia)
D. ETIKA TENTANG MORALITAS
Etika adalah
ilmu yang membahas tentang moralitas atau ilmu yang menyelidiki tingkah laku
moral. Menurut Bertens (2011:17) ada beberapa pendekatan dalam hal ini yaitu
etika deskriptif, etika normatif, dan metaetika.
1. Etika
Deskriptif
Etika ini melukiskan tingkah laku moral dalam arti yang luas mislanya
adat kebiasaan, hal-hal yang dianggap boleh atau tidak, anggapan tentang
sesuatu hal yang baik atau tidak baik. Dalam perkembangannya etika deskriptif
diaplikasikan dalam ilmu sosial seperti psikologi, sosiologi, sejarah,
antropologi budaya. Contoh lain tokoh dalam studi perkembangan etika deskriptif
yaitu Jean Piaget (1896-1980) dan psikolog Amerika Lawrence Kohlberg
(1972-1988).
2. Etika
Normatif
Dalam etika ini berlangsung diskusi-diskusi menarik tentang
masalah-masalah moral. Dalam etika ini ahli tidak hanya sebagai pihak pasif
namun melibatkan diri dengan mengemukakan penialain tentang perilaku manusia,
misalnya mereka tidak lagi memandang fungsi prostitusi dalam suatu masyarakat
tapi menolak prostitusi sebagai suatu yang melanggar martabat perempuan. Dalam
etika ini menganggap bahwa “martabat manusia harus dihormati”, dan memeriksa
bahkan berani bertanya apakah norma-norma yang berlaku tersebut benar atau
tidak.
Etika normatif ini dapat dibagi lagi dalam etika umum dan etika khusus.
a) Etika
Umum, memandang tema-tema umum seperti, bagaimana hubungan antara tanggungjawab
manusia dan kebebasannya? Apakah yang dimaksud dengan hak dan kewajiban serta
apa kaitan diantara keduanya?
b) Etika
Khusus, menerapkan prinsip yang umum dalam wilayah perilaku manusia yang
khusus. Etika ini mempunyai tradisi panjang dalam sejarah filasafat moral yang
kemudian tradisi ini disebut dengan etika terapan.
3. Metaetika
Metaetika berasal dari bahasa Yunani dengan awalan meta yang memiliki arti “melampaui”. Hal ini menunjukkan bahwa
etika dalam metaetika bergerak pada taraf yang lebih tinggi melampaui perilaku
etis yaitu bahasa etis.
Filsuf Inggris George Moore (1873-1958), misalnya menulis sebuah buku
yang berisi analisis suatu kata yaitu “baik”. Tidak bertanya apakah suatu
tingkah laku itu dikatakan baik, namun ia bertanya apakah menjadi donor tranplantasi
pada pasien yang membutuhkan disebut baik dari sudut moral? Apakah syarat agar
hal itu dapat disebut baik? Ia hanya menanyakan apakah arti kata “baik” dalam
konteks etis. Menyoroti kata “baik” dengan membandingkan kalimat “menjadi donor
organ tubuh adalah perbuatan yang baik” dengan “mobil ini masih dalam keadaan
baik”.
E. PERANAN ETIKA DALAM DUNIA MODERN
Dalam
masyarakat yang homogen dan agak tertutup, nilai-nilai dan norma itu praktis
tidak pernah dipermasalahkan. Situasi etis dalam masyarakat modern memiliki
tiga hal yang menonjol. Pertama, adanya pluralisme moral dimana dalam satu
lingkup masayarakat banyak aturan etis yang berbeda-beda. Hal ini diakibatkan
karena adanya perkembangan teknologi yang semakin canggih. Melalui telepon,
televisi, maupun internet setiap orang bisa mengetahui apa yang terjadi jauh di
luar sana. Mereka bisa mengetahui etika-etika atau norma-norma yng berlaku di
negara atau tempat lain. Tidak jarang norma dan etika yang mereka lihat berbeda
dengan norma dan etika yang berlaku di masyakatnya. Dampak dari perkembangan
teknologi di bidang transportasi pun turut memberikan sumbangan dalam
pluralisme moral ini. Dengan adanya alat transportasi yang semakin canggih memungkinkan
seseorang untuk mempercepat laju mobilitasnya dan dapat bepergian ke tempat
yang sangat jauh. Tawaran dari dunia bisnis baik industri maupun pariwisata
(seperti seseorang yang bekerja di luar daerah atau luar negeri ataupun seorang
mahasiswa yang kuliah di daerah atau negara lain) akan membawa setiap orang
untuk mengenal dan mengetahui etika dan moral dari wilayah lain.
Kedua, banyak
muncul masalah etis yang tidak pernah diduga sebelumnya. Hal ini merupakan
dampak lain dari adanya perkembangan teknologi yang ada. Dengan mengenal dan
mengetahui kemajemukan yang ada misalnya ada beberapa negara yang mengizinkan
masalah aborsi menurut hukum walaupun selalu ada syarat-syarat tertentu,
sedangkan negara lain tetap melarang dengan keras. Contoh lain adalah tentang
manipulasi genetis; reproduksi artifisial, seperti fertilisasi in vitro, dengan atau tanpa donor,
dengan ibu yang “menyewakan” rahimnya atau tidak. Masalah-masalah etis ini
muncul tanpa diduga sebelumnya.
Ketiga,
adanya kepedulian etis yang universal. Dengan adanya gerakan-gerkan peduli etis
seperti Dekalarasi Universal tentang Hak-Hak Asasi Manusia. Kepedulian etis ini
menyangkut ranah umum dimana menyangkut hal-hal yang tidak bisa diserahkan
kepada keputuan pribadi.
F. TEORI-TEORI ETIKA
Berikut akan
diuraikan beberapa teori yang berhubungan dalam etika.
1. Hedonisme
Hedonisme ditemukan Aristippos dari Kyrene (sekitar 433-355 SM). Dia
adalah salah seorang murid dari Sokrates. Hedonisme adalah pandangan hidup yang
menganggap bahwa orang akan menjadi bahagia dengan mencari kebahagiaan sebanyak
mungkin dan sedapat mingkin menhindari perasaaan yang menyenangkan. Hedonisme
berasal dari bahasa Yunani yaitu hedonismos
yang berasal dari akar kata hedone
yang berarti “kesenangan”. Hedonisme berusaha untuk menjekaskan bahwa baik apa
yang memuaskan keinginan manusia dan apa yang meningkatkan kuantitas kesenangan
itu sendiri.
Hedonisme ini muncul dari suatu pertanyaan filsafat yaitu apa yang
menjadi hal terbaik bagi manusia? Aristippos dari Kyrene (433-355 SM) menjawab
bahwa hal terbaik bagi manusia adalah kesenangan. Dia menceritakan ketika kecil
akan mencari mencari sesuatu yang lain jika kesenangan yang dicarinya tidak
bisa dicapai olehnya. Tokoh lain dari Yunani Epikuros (341-270 SM) juga
menjelaskan bahwa tindakan manusia dalam mencari kesenangan adalah kodrat yang
alamiyah. Namun dia menjelaskan lebih luas tidak hanya mencakup kesenangan
badani melainkan kesenangan rohani seperti terbebasnya jiwa dari rasa
keresahan.
Para hedonis mempunyai konsepsi yang salah tentang kesenangan itu sendiri
dengan berpikir bahwa sesuatu adalah baik karena disenangi. Sesuatu tidak
menjadi baik karena disenangi, tapi sebaliknya kita merasa senang karena
memperoleh sesuatu yang baik. Hedonisme mengandung suatu keegoisan karena hanya
memperhatikan kepentingan diri sendiri, yaitu egoisme yng mengatakan bahwa saya
tidak mempunyai kewajiban moral membuat sesuatu yang lain kecuali yang terbaik
bagi diri saya sendiri. Hedonisme merupakan etika implisit yang tanpa sadar
diikuti oleh masyarakat. Dalam kehidupan masyarakat yang sekarang hedonisme muncul
melalui sifat konsumenristis yang dilakukan masyarakat.
2. Utilitarianisme
Utilitarianisme berasal dari kata latin “utilis” yang artinya berguna, bermanfaat, atau menguntungkan.
Istilah ini sering disebut dengan teori kebahagiaan terbesar. Utilitarianisme
merupakan paham etis yang berpendapat bahwa yang baik adalah yang berguna,
berfaedah, dan menguntungkan. Sebaliknya yang jahat dan buruk adalah yang tidak
bermanfaat, tidak berfaedah dan merugikan. Sehingga baik buruk perilaku
ditetapkan dari segi berguna, berfaedah, dan menguntungkan atau tidak. Dari
prinsip ini, tersusun teori tujuan perbuatan yang mengatakan bahwa tujuan
perbuatan sekurang-kurangnya menghindari atau mengurangi kerugian yang
diakibatkan oleh perbuatan yang dilakukan baik bagi pribadi maupun orang lain.
Dengan demikian, perbuatan manusia baik secara etis dan membawa dampak
sebaik-baiknya bagi diri sendiri dan orang lain.
Salah satu kekuatan utilitarian adalah bahwa mereka menggunakan sebuah
prinsip yang jelas dan rasional sehingga pemerintah mempunyai pegangan jelas
untuk membentuk kebijakannya dalam mengatur masyarakat. Suatu kekuatan lain
adalah toeri ini memperhatikan hasil perbuatan yang menentukan kualitas etis
perbuatan itu. Suatu perbuatan yang mempunyai akibat buruk mempunyai peluang
lebih besar untuk dianggap secara etis buruk daripada perbuatannya yang
mempunyai akibat baik. Suatu kisah kepahlawanan seseorang yang mencuri harta
orang kaya kemudian dibagikan kepada orang miskin akan menampakkan bahwa
perbuatannya membuat kejadian pencurian tersebut tampak lain daripada jika ia
mencuri untuk memperkaya diri sendiri.
Keberatan-keberatan dalam teori ini tidak lagi tentang egoisme seperti
dalam hedonisme karena prinsip dalam teori utilitarian mengatakan bahwa
kebahagiaan terbesar untuk jumlah orang terbesar. Namun hal ini bertolak pada
dasar psikologis yang mengemukakan bahwa sebagai manusia kita mencari
kesenangan dan kebahagiaan yang bersifat individualistis, sehingga tidak
konsekuen. Prinsip yang ada dalam teori ini bahwa perbuatan adalah baik jika
menghasilkan kebahagaiaan terbesar untuk jumlah orang yang besar juga tidak
selamanya benar. Misalnya, suatu sifat yang dilakukan oleh sekelompok orang yang
suka merampas atau mengambil secara paksa barang orang lain, mereka mengambil
barang satu orang secara paksa. Ketika kebahagiaan orang-orang yang merampas
melebihi penderitaan yang dialami korban, maka menurut prinsip teori ini perbuatan
itu bisa dinilai baik. Namun hal itu bertentangan dengan hati nurani kita.
Dapat dikatakan bahwa, utilitarian tidak ada tempat adanya hak. Padahal hak
merupakan poin penting dalam moral.
Keberatan lain yaitu utilitarian tidak menjamin kebahagiaan dibagi dengan
adil. Misalnya, perjanjian dalam suatu negeri antara kaum minoritas dengan kaum
mayoritas, ketika kaum mayoritas melanggar janji tersebut dan mereka memperoleh
kebahagiaan melebihi kesedihan yang dialami kaum minoritas, maka dengan kata
lain bahwa ukuran kesenangan jauh lebih banyak daripada kesedihan. Hal ini
menyangkut masalah keadilan yang tidak dapat tertampung oleh teori ini.
3. Deontologi
Deontologi berasal dara kata Yunani “deon”
yang artinya sesuatu yang harus dilakukan atau kewajiban yang harus dilakukan
sesuai dengan norma sosial yang berlaku. Istilah ini pertama kali digunakan
oleh filsuf dari Jerman yaitu Immanuel Kant (1724-1804).
Menurut Kant, sesuatu yang disebut baik dalam arti sesungguhnya hanyalah
kehendak yang baik. Sesuatu yang baik jika digunakan dengan baik oleh kehendak
manusia, namun jika dipakai oleh kehendak yang jahat maka sesuatu itu bisa
menjadi jelek sekali.
Pertanyaan yang muncul yaitu apa yang membuat kehendak menjadi baik? Kant
mengatakan bahwa kehendak menjadi baik jika bertindak karena kewajiban.
Baginya, perbuatan yang dilakukan karena kecenderungan tidak bisa disebut baik,
tapi dari sudut moral bersifat netral saja. Perbuatan adalah baik jika dilakukan
karena wajib dilakukan. Bertindak sesuai kewajiban disebut legalitas oleh Kant.
Dengan legalitas tersebut maka dapat dikatakn bahwa kita memenuhi norma hukum
yang ada. Misalnya, tidak penting alasan saya mematuhi aturan lalu lintas
ketika di jalan raya, asal saya mematuhi aturan lalu lintas ketika berkendaraan
di jalan raya sesuai kewajiban saya. Namun hal itu belum menunjukkan bahwa
norma moral sudah terpenuhi. Kant berkata bahwa perbuatan bersifat moral jika
dilakukan semata-mata karena hormat untuk hukum moral. Sistem moral kant ini bersifat
kaku karena berkesan seolah-olah kita bertindak baik hanya karena kewajiban.
Dari uraian
di atas menunjukkan bahwa tidak ada suatu sistem yang sempurna. Di balik
kelebihan-kelebihan yang dimiliki sistem-sistem tersebut masih menyimpan
kekurangan-kekurangan. Dalam dewasa ini sistem-sistem yang yang berlaku di
masyarakat bukan sistem murni namun merupakan sintesis dari sistem-sistem yang
ada ataupun menggunakan semua sistem yang ada untuk mencapai suatu pandangan
yang menyeluruh.
G. ETIKA TERAPAN DAN KONDISI TERKINI
Etika terapan
bukan sesuatu yang baru dalam filsafat moral. Sejak Plato dan Aristoteles telah
ditekankan bahwa etika merupakan filsafat praktis yaitu menunjukkan kepada
tingkah laku manusia atas apa yang seharusnya dilakukan. Pada awal zaman modern
muncul etika khusus yang membahas etis tentang bidang tertentu seperti keluarga
dan negara. Istilah “etika khusus” dalam arti yang sebenarnya sama dengan
istilah “etika terapan”. Pada masa sekarang filsafat moral mengalami kejayaan
dalam perkembangannya. Bahkan etika ini sudah mulai mewarnai berbagai elemen
misalnya etika ini dimasukkan dalam kurikulum perguruan tinggi di Amerika
Serikat.
Pada taraf
internasional etika terapan sudah mendapat perhatian oleh United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization
(Unesco) yang menghasilkan dokumen Universal
Declaration on the Human Genome and Human Rights (1997) dan Universal Declaration on Bioethics and Human
Right (2005).
Etika terapan
dapat menyoroti suatu profesi atau suatu masalah. Etika terapan yang membahas
profesi diantaranya dalam etika kedokteran, etika politik, etika bisnis, dan
lainnya. Sedangkan etika yang membahas masalah-masalah yaitu tentang penggunaan
nuklir sebagai pembangkit listrik; diskriminasi dalam ras, agama, jenis
kelamin, dan lain-lain. Etika yang paling banyak mendapat perhatian akhir-akhir
ini yaitu etika kedokteran, etika bisnis, etika perang dan damai, dan etika
lingkungan hidup.
Perhatian
segi-segi etis bukan menjadi tugas ilmu pengetahuan itu sendiri namun tugas
manusia di balik ilmu pengetahuan itu. Dalam etika terapan ini, variasi metode
dan variasi pendekatan yang digunakan sangat besar.
Dalam hal ini
dikatakan bahwa bukan berarti etika terapan dapat menyelesaikan masalah moral
dengan tuntas. Kita belajar dari sejarah, seperti yang dijelaskan Bertens
(2011:322) tidak jarang di masa silam ada keyakinan bahwa etika satu kali untuk selamanya mengambil
keputusan tentang apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan. Waktu kekaisaran Roma
dulu, seorang budak harus diperlakukan dengan baik oleh majikannya. Namun tidak
pernah terlintas dalam di benaknya bahwa perbudakan itu sendiri merupakan hal
yang tidak etis seperti yang kita pikirkan sekarang. Etika moral hanya dapat
mengambil keputusan untuk saat ini, dengan resiko keputusannya bersifat
sementara. Mungkin setelah beberapa waktu ke depan orang akan menilai lain
tentang keputusan itu.
H. ETIKA DALAM ISLAM
Etika bersumber
dari pemikiran manusia terutama filsafat Yunani, sedangkan akhlak bersumber
pada wahyu yaitu Al Qur’an dan hadist. Pada perkembangannya ilmu akhlak banyak
ditunjang analisis filsafat yang tetap berpedoman pada Al Qur’an dan hadist. Walaupun
sumber awalnya tetap dinyatakan berbeda namun keduanya tetap diterapkan untuk
memperbaiki kehidupan manusia menjadi lebih baik. Sehingga memerlukan sutu
acuan atau pedoman yang jelas dalam perbaikan dan pelaksanaannya agar tercipta
suatu kehidupan yang baik yang dapat diterapkan oleh semua manusia.
Sesungguhnya
dalam Islam telah mengatur segala kehidupan manusia dalam berbagai hal. Baik
dalam segala perihal dan urusannya, agama dan dunia, mulai bangun dan tidurnya,
makan dan minum, kelapangan dan kesulitannya. Tidak ada suatu perkara kecil
ataupun besar yang tidak dijelaskan dalam Isalm.
Dalam Al
Qur’an, pesan etis selalu terselubungi oleh isyarat-isyarat yang memerlukan
penafsiran dan perenungan. Etika Islam memiliki antisipasi jauh ke depan dan
selalu berlaku dalam setiap zamannya sesuai konteksnya. Etika dalam Islam tidak
menentang fitrah manusia dan bersifat rasionalistik.
QS Al Hujurat ayat 6 yang artinya “hai
orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu
berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah
kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal
atas perbuatan itu”
“Suatu hari Rasulullah berkata kepada
Asyaj Abdul Qais:”Sesungguhnya ada dua perkara di dalam dirimu yang disukai
Allah, yaitu kritis dan ketelitian” (HR. Muslim)
Menurut filsafat
etika Al-Ghazali, ada tujuan pokok dari etika Al-Ghazali yaitu agar manusia
sejauh kesanggupannya meniru-niru perangai dan sifat-sifat ketuhanan seperti
pengasih, penyayang, pemaaf, dan sifat-sifat yang disukai Tuhan yaitu jujur,
takwa, zuhud, ikhlas, dan sebagainya. Al-Ghazali melihat bahwa sumber kebaikan
manusia terlatak pada kebersihan rohani dan rasa akrabnya (taqarrub) kepada
Tuhan. Sesuai dengan prinsip Islam, Al-Ghazali menganggap bahwa Tuhan sebagai
pencipta yang aktif berkuasa, yang sangat memelihara dan menyebarkan rahmat
bagi sekalian alam. Dalam hal ini, bertentangan dengan filsafat klasik Yunani
yang menganggap Tuhan sebagai kebaikan yang tertinggi tetapi pasif menanti,
hanya menunggu pendekatan diri manusia, dan menganggap materi sebagai pangkal
keburukan sama sekali.
Agar
umat Islam berlau lembut dan pemaaf,
QS Al-Imran ayat 159 yang artinya “Maka
disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi
mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila
kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”.
“Rasulullah bersabda:”Barang siapa
meninggalkan sikap lembut, maka ia telah meninggalkan kebaikan semuanya”.(HR
Muslim)
Agar
umat Islam berlaku jujur,
QS Al-Muthafifin ayat 1-3,”Kecelakaan
besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila
menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka
menukar atau menimbang untuk ornag lain mereka mengurangi”
“Sesungguhnya kejujuran membawa kepada
kebaikan, kebaikan mengantarkan kepada surga, dan seseorang akan berbuat jujur
sehingga ia dijuluki orang jujur” (HR Bukhari Muslim)
Menurut Al–Ghazali,
kesenangan itu ada dua tingkatan, yaitu kepuasan dan kebahagiaan. Kepuasan
adalah apabila kita mengetahui akan kebenaran dari sesuatu. Semakin banyak kita
mengetahui kebenaran itu maka akan bertambah orang yang merasakan kebahagiaan.
Sehingga pada akhirnya kebahagiaan yang tertinggi ialah jika mengetahui
kebenaran sumber dari segala kebahagiaan itu sendiri.
Rasulullah
SAW telah menjelaskan contoh etika yang seharusnya ditiru melalui ucapan dan
perbuatannya. Adapun etika keseharian yang diajarakan oleh Islam beberapa
diantaranya meliputi etika tidur dan bangun, etika (adab) buang hajat, etika
berpakaian dan berhias, etika di jalan, etika memberi salam, etika minta izin,
etika dalam majlis, etika berbicara, etika berbeda pendapat, etika bercanda,
etika bergaul dengan orang lain, etika di masjid, etika membaca Al Qur’an, etika
berdoa, etika makan dan minum, etika bertamu, etika menjenguk orang sakit,
etika jenazah dan takziah, etika bepergian jauh, etika berkomunikasi via
telepon, etika pengantin dan pergaulan suami-istri, etika di pasar, dan etika
bertetangga. Etika-etika lain yang disampaikan dalam Al Quran diantaranya
sebagai berikut.
I. KESIMPULAN
Etika merupakan suatu ilmu tentang ajaran
moral dari apa yang baik dan yang buruk yang berlaku dan dianut oleh suatu
golongan atau masyarakat tertentu. Secara khusus dalam etika moral, kita
hanya dapat mengambil keputusan untuk saat ini, dengan resiko keputusannya
bersifat sementara. Namun setelah beberapa waktu ke depan mungkin orang akan
menilai lain tentang keputusan itu.
Dalam Islam
ada aturan yang mengatur seluruh kehidupan manusia termasuk etika dalam
menjalankan kehidupan. Tidak hanya terbatas pada sikap yang berisi hubungan
manusia dengan manusia lainnya namun juga hubungan manusia dengan Tuhannya.
Islam menganjurkan kepada manusia untuk menjunjung etika dengan menghadirkan
kedamaian, kejujuran, dan keadilan. Etika dalam Islam ini akan melahirkan
konsep ihsan yaitu puncak ibadah, muamalah dan akhlak.
DAFTRA
PUSTAKA
Bertens,
K.2011.Etika.Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama
(Diakses pada tanggal 10 Desember
2012)
Magnis
Suseno.1995.Pokok-Pokok Etika Profesi
Hukum .Jakarta:Pradnya Paramitha
Poerwantana,
dkk.Seluk-Beluk Filsafat Islam.http://paratokoh.blogspot.com
Suwito.2004.Filsafat Pendidikan Akhalak Ibn Miskawaih.Yogyakarta:Belukar